Nah, dalam
kondisi seperti ini, peran investor asing menjadi sangat penting, terutama
untuk menggerakkan sektor riil ini. Bagaimana tidak, pengusaha asing ini tak
terpengaruh oleh kondisi ekonomi di dalam negeri.
Hanya sayangnya, investor asing yang ingin berinvestasi di
sektor properti sedikit terhambat. Terutama, karena adanya peraturan pemerintah
yang membatasi kepemilikan properti bagi warga asing.
Menurut Anto Sitorus, Head of Research JLL
Indonesia, sudah semestinya pemerintah yang baru nanti membuat terobosan untuk
mendongkrak pertumbuhan bisnis properti ini. “Salah satunya adalah dengan
memberikan keleluasaan kepada orang asing untuk membeli properti di sini,” ujar
di Jakarta (16/7).
Pendapat Anton ini tentu sangat beralasan. Sebab, jika dilihat
kepemilikan properti di luar negeri, WNA bisa menikmati Hak Pakai Bangunan
hingga 99 tahun lamanya, dan itupun tetap masih bisa diperpanjang.
Sementara di Indonesia, selama ini orang asing hanya diberi
waktu 25 tahun untuk memiliki unit properti di Indonesia. Padahal kalau
dibebaskan, tentu akan lebih mempercepat pertumbuhan bisnis properti.
Bayangkan, lebih dari ratusan ribu orang asing saat ini berada
di Indonesia. Jika mereka dibebaskan memiliki properti, pasti tentu akan banyak
lagi pasokan apartemen yang akan terserap.
“Waktu 25 tahun untuk hak pakai yang diberikan terlalu cepat.
Apalagi, untuk investasi-investasi skala besar. Sebab, pengembaliannya tidak
secepat itu. Idealnya, menurut saya, hak pakai untuk orang asing tersebut tidak
dibatasi. Terserah mau berapa tahun, yang terpenting mereka membayar pajak di
muka, itu saja,” jelas Anton.
Sebaiknya orang asing itu diperbolehkan membeli apartemen atau
rumah susun di Indonesia, meskipun tanahnya berstatus Hak Guna Bangunan (HGB).
Karena membeli apartemen itu, katanya, prinsipnya hanya membeli bangunan.
“Tanah itu hanya sebagian kecil, mungkin hanya nol koma sekian persennya. Ini
beli bangunan, bukan tanah. Yang enggak boleh itu, kan, beli tanah,” imbuh
Anton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar